Thursday

Wanita dan Single Parent


Keluarga adalah ikatan sosial yang kecil dan merupakan lembaga dalam masyarakat yang paling dasar. Didalam masyarakat terdapat banyak sekali keluarga, tiap keluarga memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda satu dengan yang lainnya. Masing-masing keluarga memiliki bentuk – bentuk atau jenis-jenis dan tipe keluarga yang terdapat di dalam masyarakat. 


Harton dan Hunt ( dalam Sayekti, 1994) mengemukakan tipe keluarga yaitu :
  1. Nuclear Family atau Conjugal family atau basic family, yaitu keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak mereka. Menurut Abustan , 1996 dalam keluarga inti atau Nuklear family yang unsure pokoknya adalah hubungan, memiliki 4 (empat) fungsi dasar yang bersatu bagi kehidupan social yaitu : seksual,ekonomi,reproduksi, dan pendidikan.
  2. Extended family  atau consanguine family atau joint family, atau keluarga yang tidak hanya terdiri dari sebagai idtri dan anak-anak mereka melainkan termasuk juga orang-orang yang ada hubungan darah dengan mereka, misalnya kakek,nenek, paman, bibi, kemenakan dll. Consanguine family masih bisa dibedakan menjadi:
  3. Consanguine family yang matrilineal yaitu termasuk keluarga adalah kelompok dari saudara saudara perempuan dana saudara-saudara laki-laki dengan anak-anak dari saudara perempuan tersebut.
  4. Consanguine family yang patrilineal yaitu merupakan kebalikan dari Consanguine family yang matrilineal yaitu si istri tidak termasuk keluarga suaminya. Suami berkeluarga dengan saudara saudara perempuan dengan anak-anaknya sendiri dan saudara saudaranya laki-laki beserta anak dari saudara-saudara laki-laki tersebut.
Selanjutnya Abustan juga membagi keluarga menjadi :
  1. The family of orientation (keluarga orientasi) yaitu keluarga dimana anak dibesarkan. Maksudnya diaman individu itu disuatu keluarga dilahirkan, dibesarkan, dididik dan diberi bimbingan dalam mencapai kedewasaan.
  2. The family of procreation yaitu dimana suami dan istri nya memelihara dan membesarkan anak-anak nya sendiri.

PERAN GANDA DAN PERMASALAHANNYA

Menurut Deacon dan Firebough (1988) ada beberapa factor yang mempengaruhi status single parent yaitu:
  • Kehamilan sebelum nikah
  • Kematian suami atau istri
  • Perpisahan atau perceraian dan adopsi
Banyak hal dalam hidup ini yang harus dihadapi terutama oleh suatu keluarga untuk mempertahankan kehidupannya yang layak. Keluarga sebagai suatu kesatuan uang utuh terdiri dari ayah,ibu dan anak-anak. Masing-masing anggotanya harus bekerjasama untuk mencapai tujuan keluarga yaitu keluarga yang damai, sejahtera dan di ridhoi Allah. Ayah sebagai kepala keluarga wajib memenuhi kebutuhan minimal keluarganya seperti papan, sandang dan pangan. Ibu sebagai kepala rumah tangga bertugas untuk merawat dan mendidik anak-anaknya. Sedangkan anak-anak wajib membantu dan melaksanakan perintah orang tuanya.

Kelihatan tugas-tugas tersebut sangat sederhana untuk ditulis namun tidak demikian halnya bila ditelaah dihadapi sendiri. Karena kondisi perekonomian yang semakin sulit, ayah kadang-kadang bahkan sering tidak dapat memenuhi tugasnya. Untuk itulah peran ibu sangat dibutuhkan untuk meringankan beban ekonomi ini. Ibu yang seharusnya dirumah merawat dan mendidik anak-anaknya terpaksa harus keluar rumah meninggalkan anak-anak dengan pengasuhnya. Hal ini sering menjadi problema yang harus dihadapi oleh seorang ibu yang berperan ganda. Disatu sisi harus membantu suami disisi lain harus membesarkan anak-anaknya. Apalagi kalau anak-anak sakit dan tidak ada pembantu sedangkan tugas kantor juga butuh perhatian. Dalam hal ini seorang ibu harus pandai-pandai membagi waktu dan menentukan skala prioritasnya.kapan untuk keluarga dan kapan untuk kantornya. Untuk itu diperlukan sekali pengertian suami sehingga ikut meringankan tugas istri.

Pada perkembangan selanjutnya, kehidupan yang makin kompleks dan tekanan ekonomi makin tinggi telah menuntut perempuan untuk bekerja di luar rumah.Meski disisi lain, meningkatnya pendidikan perempuan juga mendorong perempuan untuk berkarir dengan tidak melepaskan peran ganda dan tugad domestiknya. Pada kenyataannya, peran ganda itu tidak mesti dapat terlaksana begitu saja.  Hal itu, disebabkan tidak terimanya keadaan perempuan untuk bekerja diluar rumah oleh suami. Karena pekerjaan itu akan menyita waktu, sehingga tugas rumahnya terbengkalai. Padahal kalau dilihat lebih dalam, alasan sesungguhnya tidak dapat ditepis adanya perasaan khawatir kaum laki laki akan kehilangan kekuasaannya. Karena,perempuan yang bekerja atau berkarier akan lebih mandiri secara ekonomi maupun psikologis.

Kekhawatiran itu, mengimplikasikan anggapan bahwa istri akan nglunjak, sehingga tugas tugas rumah tangga akan beralih tangan ke pihak suami. Sering terdengar keluhan para suami bahwa setelah istrinya bekerja diluar rumah, keadaan rumah tangganya mulai “panas”. Istri mulai mengatur, timbul rasa cemburu dan depresi dan tak jarang mulai terjadi percekcokn urusan “ dalam negerinya”, yang ujung ujung nya kekerasan terhadap istri menjadi bentuk konflik. Konflik rumah tangga yang dipicu pekerjaan istri diluar rumah itu sebenarnya lebih disebabkan tidak adanya pengertian tentang peran ganda dari pasangan hidupnya. Dalam hal itu bukan berarti menuntut pembalikan agar suami menangani semua tugas rumah tangga, namun lebih arif terhadap pembagian tugas dan tanggung jawab secara adil. P erlu dipahami alasan perempuan bekerja diluar rumah selain mencari penghasilan keluarga, secara psikologis juga merupakan hak untuk mengaktualisasikan diri dalam pengembangan dirinya sebagai manusia utuh. Kita tidak dapat menutup mata, bahwa kemungkinan terburuk sebuah perkawinan adalah perceraian.

Dapat dibayangkan manakala perempuan tidak memiliki keterampilan dan secara psikologis tidak memiliki kemandirian harus berperan sebagai single parent yang harus menafkahi diri bahkan anaknya. Ketidakberdayaan itulah yang memberi kemungkinan apa saja untuk bekerja mencari penghasilan.Peringatan Hari Ibu 22 Desemberseharusnya tidak menjadi pelestarian “ratu rumah tangga” bagi istri. Kaum istri haruslah tidak terlena dengan gelar tersebut yang sebenarnya “extasy romantisme” bagi suami untuk tetap menundukkan isteri dalam pola kebergantungan dan ketimpangan domestik. Oleh karena itu menjadi sangat urgen untuk terus mensosialisasikan pemberdayaan perempuan. Pemberdayaan perempuan dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran akan diskriminasi gender, bahwa situasi perempuan dan perlakuan diskriminasi yang mereka terima bukanlah disebabkan karena takdir, melainkan karena sistem sosial yang diskriminatif.

Tak kalah pentingnya juga sosisalisasi delik-delik hukum yang melindungi perempuan dari tindakan kekerasan. Bahwa kekerasan didalam rumah tangga bukan lah masalah “dalam negeri” sutau keluarga semata tetapi merupakan tindakan kriminal yang dapat diseret hukum sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Dengan demikian penerapan perangkat hukum akan dapat menjamin terwujudnya kemitrasejajaran antara laki-laki dan perempuan, baik dalam arti ekonomi,sosial,budaya maupun secara psikologis.

Demikian pula kemitra sejajaran antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga mengartikan kedudukan yang sama yang ditandai sikap saling peduli , saling menghormati, saling membantu, serta partisipasi dalam pengambilan keputusan sebagai pencerminan keutuhan interaksi keluarga. Keutuhan struktur dan interaksi keluarga merupakan salah satu faktor utama perkembangan sosial anak-anak. Dalam hal itu keluarga akan dapat menjadi role model untuk mendekonstruksi kembali sistim dan struktur sosial atas pola relasi laki-laki dan perempuan sesuai kemanusiaannya

SINGLE PARENT DAN PERMASALAHANNYA

Keluarga dengan orang tua tunggal selalu terfokus pada kelemahan dan masalah yang dihadapi. Padahal sebuah keluarga dengan orang tua tunggal sebenarnya bisa menjadi sebuah keluarga yang efektif layaknya keluarga dengan orang tua asuh. Aslkan tak larut dalam kelemahan dan masalah yang dihadapinya. Melainkan harus secara sadar membangun kembali kekuatan yang dimiliki. Jika keluarga dengan orang tua tunggal memiliki kemauan untuk bekerja membangun kekuatan yang dimiliki nya, itu bisa membantu untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.

Keluarga yang berstatus single parent disebabkan oleh beberapa faktor.Beberapa faktor yang ada itu mempengaruhi kematangan wanita sebagai seorang single parent. Kematangan dalam segi fisik dan terutama psikologis menjadi faktor utama yang dibutuhkan untuk keberhasilan wanita sebagai single parent dalam membesarkan anaknya. Wanita sebagai single parent yang sangat riskan dalam membesarkan anak nya adalah disebabkan oleh kehamilan sebelum menikah, karena sebagian besar kehamilan sebelum menikah terjadi pada remaja . Remaja belum memiliki kematangan yang cukup untuk menjadi single parent. Pada kasus ini dibutuhkan dukungan yang lebih besar dari keluarganya untuk menyiapkan menjadi single parent. Pada kasus lain yang menyebabkan wanita menjadi single parent ( perpisahan atau perceraian, kematian suami atau istri, dan adopsi) dirasa tidak terlalu bermasalah pada kematangan wanita tersebut (terutama alasan adopsi karena keinginan internal dari wanita untuk memiliki dan membesarkan anak, artinya ia telah benar benar siap dengan segala konsekuensi sebagai single parent) karena pada kondisi itu wanita dianggap telah dewasa gan telah mampu mengahdapi segala perubahan yang terjadi, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa tetap membutuhkan jangka waktu tertentu untuk beradaptasi dengan kondisi yang baru.

Kematangan wanita yang berstatus sebagai single parent merupakan hal yang utama dibutuhkan dalam membesarkan serta mendidik anak anaknya. Hal tersebut dikarenakan kematangan pada wanita sebagai single parent dapat mempengaruhi caranya dalam memanajemen diri dan keluarganya, terutama dalam membentuk anak yang berkualitas.

Menjadi single parent dalam sebuah rumah tangga tentu saja tidak mudah.Terlebih bagi seorang istri yang ditinggalkan suaminya, karena meninggal atau bercerai. Paling tidak dibutuhkan perjuangan berat untuk membesarkan sibuah hati. Di Inggris menunjukkan sebagian besar keluarga yang berstatus single parent adalah wanita sebagai kepala keluarga merangkap ibu rumah tangga, dalam kata lain wanita menjalankan peran ganda.

Hal tersebut juga terjadi di Indonesia, menjadi single parent dan menjalankan peran ganda bukan merupakan hal yang mudah bagi seorang wanita, terutama dalam hal membesarkan anak. Hal ini dikarenakan  disatu sisi harus memenuhi kebutuhan psikologis anak (pemberian kasih sayang, perhatian, rasa aman) dan disisi lain harus memenuhi semua kebutuhan fisik anak anak nya (kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan kebutuahn lain yang berkaitan dengan materi).

Artinya wanita yang berstatus sebagai single parent harus mampu mengkombinasikan antara pekerjaan domestik dan publik demi tercapainya tujuan keluarga yang utama, yakni membentuk anak yang berkualitas. Oleh sebab itu dibutuhkan manajemen keluarga khusus dan matang agar anak yang dibesarkan pada kondisi keluarga single parent pun sama berkualitas nya dengan anak yang dibesarkan pada keluarga  utuh.  (Yevy S)

2 comments:

Bunda Tio said...

Saya sdh menjalani sebagai single parent selama 14 tahun, ternyata tidak sengeri yg saya kira, tetapi juga tdk semudah yg saya bayangkan...
Status ini memang bukan hal yg menggembirakan, tetapi apapun harus dijalani demi anak dan kelg...
semoga semua wanita termasuk saya tetap menjadi wanita yg tangguh dalam menghadapi segala bentuk ujian kehidupan...

salam,
Dhydy

Bunda Tio said...

Saya sdh menjalani sebagai single parent selama 14 tahun, ternyata tidak sengeri yg saya kira, tetapi juga tdk semudah yg saya bayangkan...
Status ini memang bukan hal yg menggembirakan, tetapi apapun harus dijalani demi anak dan kelg...
semoga semua wanita termasuk saya tetap menjadi wanita yg tangguh dalam menghadapi segala bentuk ujian kehidupan...

salam,
Dhydy

Popular Posts