Friday

Depresi Pada Wanita Akibat Perbedaan Gender

Sekitar dua wanita berbanding satu pria mengalami depresi. Hormon, bekerja melewati batas, dan pelecehan seksual merupakan beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko wanita terhadap depresi.
.
Keluarga, karir, menstruasi, hamil, dan menopause adalah hal-hal yang harus dihadapi sebagai seorang wanita. Tapi ada satu lagi yang mungkin harus anda hadapi suatu hari nanti yaitu depresi.
.
Hampir dua wanita berbanding satu pria mengalami depresi dan kelainan sejenis pada saat yang sama dalam hidup mereka. Wanita memiliki keunikan secara biologis, fisiologis dan faktor budaya yang dapat meningkatkan risiko terhadap depresi. Ketahui lebih lanjut apa yang ada dibalik perbedaan gender dalam depresi.
.
Faktor biologis
Tubuh wanita sendiri dapat mempengaruhi terjadinya depresi. Hal ini disebabkan oleh hormon dan faktor yang berkaitan dapat mengubah mood selama tahap-tahap dalam hidup.
  1. Pubertas
    Sebelum gadis dan anak laki-laki mencapai pubertas, mereka memiliki tanda depresi yang sama. Hanya setelah pubertas, perbedaan gender dalam depresi dan kelainan sejenis baru muncul. Dan karena gadis mencapai pubertas sebelum anak laki-laki, gadis dapat mengalami depresi lebih dini. Pada usia 15 tahun, sebagai contoh, gadis hampir dua berbanding satu dengan anak laki-laki dalam mengalami depresi.
    .
    Karena depresi akibat perbedaan gender bertepatan dengan pubertas dan menghilang setelah menopause, beberapa peneliti percaya bahwa faktor hormonal meningkatkan risiko wanita mengalami depresi.
    .
  2. Masalah PMS (premenstruation syndrome)
    Banyak wanita yang telah mengetahui dengan baik perubahan fisik dan emosi yang muncul sebelum menstruasi seperti perut menggembung, payudara “terasa kencang”, sakit kepala, cemas, sensitif atau blue mood yang digembar-gemborkan sebagai gejala pms.
    .
    Bagi sebagian besar wanita dengan pms, gejala tersebut bersifat minor dan sementara waktu. Namun ada persentase kecil dari wanita yang mengalami gejala berkaitan dengan mood yang parah sehingga hidup, pekerjaan dan hubungan mereka terganggu.
    .
    Pada titik tersebut, pms telah melewati batas menjadi kelainan dysphoric premenstrual (premenstrual dysphoric disorder/PMDD) yang cenderung merespon dengan baik terhadap pengobatan dengan hormon atau antidepresan.
    .
    Meskipun interaksi yang tepat antara depresi dan pms masih belum jelas, beberapa peneliti percaya bahwa perubahan siklus estrogen, progesteron dan hormon lain dapat mengganggu fungsi kimia otak yang mengontrol mood seperti serotonin. Peneliti lain mengindikasikan bahwa androgen (yang disebut sebagai hormon pria dimana wanita juga secara alami memproduksi dalam kadar rendah) juga berperan.
    .
    Perubahan hormon yang muncul pada semua wanita tapi tidak semua wanita mengalami depresi. Perubahan hormon sendiri tidak bisa bertanggung jawab terhadap kenaikan risiko depresi pada wanita. Kecenderungan genetik atau faktor lain juga dapat mempengaruhi depresi.
    .
  3. Kehamilan
    Perubahan hormon secara dramatis yang muncul selama kehamilan, selama hidup, perubahan kerja dan hubungan, mempengaruhi mood dan pada beberapa kasus dapat memicu depresi selama kehamilan.
    .
    Faktor lain yang dapat meningkatkan depresi selama kehamilan termasuk episode depresi sebelumnya atau PMDD, perselisihan dalam rumah tangga, kurangnya dukungan sosial dan ambivalence (dua perasaan yang bertentangan) ketika sedang hamil.
    .
    Isu lain seputar kehamilan yang dapat berujung pada depresi seperti ketidaksuburan, kehamilan yang tidak diinginkan.
    .
  4. Depresi setelah melahirkan
    Sekitar setengah dari ibu baru menemukan diri mereka sendiri sedih, marah, mudah tersinggung dan mudah menangis setelah melahirkan. Perasaan-perasaan ini, kadang disebut baby blues, adalah normal dan umumnya reda dalam satu atau dua minggu. Tapi jika memiliki ciri-ciri berikut: tidak hilang dalam waktu yang singkat, gejalanya parah, dibarengi dengan ketidakmampuan untuk merawat bayi anda atau pikiran melukai bayi anda, jika anda memiliki rasa cemas, kurang percaya diri, gejolak atau pikiran untuk bunuh diri anda mungkin memiliki depresi setelah melahirkan.
    .
    Ini merupakan kondisi medis yang serius dan memerlukan penanganan segera. Penyakit ini mungkin dikaitkan dengan fluktuasi hormon utama yang mempengaruhi mood.
    .
  5. Perimenopause dan menopause
    Risiko depresi dapat meningkat selama masa transisi hendak menopause, yaitu tahap yang disebut perimenopause dimana kadar hormon berfluktuasi tidak menentu. Masa itu juga dapat memuncak pada awal menopause atau setelah menopause, kedua waktu tersebut saat estrogen berkurang secara nyata.
    .
    Sebagian besar wanita yang mengalami gejala menopause yang tidak nyaman tidak berujung pada depresi. Tapi untuk wanita yang tidurnya terganggu dalam waktu yang lama atau yang memiliki riwayat depresi, saat itu adalah saat yang mudah terserang. Histerektomi dengan pemindahan rahim dapat berakibat menopause datang tiba-tiba dengan gejala lebih berat, termasuk perubahan mood dan kadang depresi.

Faktor Sosial dan Budaya
Bukan hanya faktor biologi yang berperan dalam meningkatkan depresi pada wanita. Stresor sosial dan budaya juga berperan. Meskipun stresor serupa dapat muncul pada pria, tapi biasanya muncul dalam kadar yang sedikit.

Wanita cenderung berlebihan dibanding pria dalam menghadapi beban tanggung jawab baik kerja dan keluarga. Wanita juga cenderung memiliki pemasukan yang lebih kecil, single parents dan memiliki riwayat pelecehan seksual atau secara fisik. Semua itu dapat ikut berpengaruh pada depresi terutama pada wanita yang memiliki riwayat depresi.

  1. Kekuatan dan Status yang tidak sama
    Secara umum, wanita Amerika menghabiskan lebih sedikit uang dibandingkan dengan pria. Wanita single parents dengan anak merupakan angka kemiskinan tertinggi di Amerika. Status sosio ekonomi yang rendah mengakibatkan munculnya stresor termasuk ketidakjelasan mengenai masa depan dan akses yang kurang akan sumber pelayanan kesehatan dan komunitas. Wanita minoritas dapat juga menghadapi stres dari diskriminasi ras. Isu ini dapat menimbulkan perasaan pasif, negatif, dan kurangnya kepercayaan diri yang dapat meningkatkan risiko terhadap depresi.
    .
  2. Kerja overload
    Wanita sering bekerja di luar rumah dan masih mengurusi rumah tangga. Banyak wanita yang menemukan diri mereka sendiri menghadapi tantangan dan stres yang dapat terjadi pada single parents, seperti melakukan beberapa pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan. Sebagai tambahan, wanita juga sering merawat anak-anak mereka ketika merawat anggota keluarga yang sakit atau lanjut usia. Stresor seperti ini dapat menjadikan anda rapuh untuk diserang depresi.
    .
  3. Pelecehan Seksual dan Fisik
    Wanita yang mengalami pelecehan secara emosional, fisik atau seksual saat masih anak-anak cenderung lebih mudah mengalami depresi pada beberapa waktu dalam hidup mereka dibandingkan mereka yang tidak mengalami pelecehan.

Wanita yang diperkosa saat remaja atau yang mengalami pelecehan saat dewasa juga memiliki peluang yang lebih besar akan depresi.

Pengobatan Depresi
Meskipun terlihat bahwa faktor biologis, sosial, budaya, dan psikologis berefek terhadap anda. Ada pengobatan efektif untuk depresi. Bahkan depresi berat sering dapat sukses diobati.

Tidak yakin akan cara mendapat pengobatan? Bagi banyak wanita, tenaga kesehatan langganan mereka sering menjadi tempat pertolongan pertama. Tenaga kesehatan dapat berarti dokter, suster, obsteter atau ginekolog. Anda mungkin merasa lebih nyaman menceritakan mood dan keprihatinan anda.

Pada kasus depresi berat, tenaga medis dapat mengarahkan pengobatan anda dengan obat-obatan atau membantu anda mempertemukan dengan profesional kesehatan mental yang dapat menyediakan psikoterapi atau mengatur pengobatan psikiater anda.

Percaya bahwa kondisi anda tidak ada harapan atau tidak bisa diobati adalah gejala klasik depresi. Anda mungkin memiliki kecenderungan lebih besar terhadap depresi dibanding laki-laki, tapi jangan mengasumsikan anda harus belajar untuk hidup dengan depresi. Pengobatan depresi dapat membantu anda menikmati hidup kembali. (http://www.mayoclinic.com/)

No comments:

Popular Posts